Debat Ketiga Pilpres Republik Indonesia : Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, Globalisasi, Geopolitik, dan Politik Luar Negeri

FPCI Chapter Unsoed
9 min readJan 17, 2024

--

Minggu (7/1/2024), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan debat calon presiden dalam konteks pemilihan presiden RI 2024. Debat capres ketiga ini berlangsung di Istora Senayan dengan partisipasi dari ketiga kandidat calon presiden RI, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Acara tersebut berlangsung selama 120 menit dengan enam topik pembahasan, meliputi pertahanan, keamanan, geopolitik, globalisasi, hubungan internasional, dan politik luar negeri. Selain itu, sebelas panelis hadir dari kalangan akademisi, peneliti, hingga purnawirawan TNI. Para panelis tersebut turut terlibat dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan debat. Meskipun demikian, fokus utama dalam pembahasan kali ini tertuju pada kebijakan luar negeri di setiap pemaparan materinya. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai debat tersebut, kami telah merangkumnya ke dalam tiga segmen debat.

Segmen 1: Bagaimana visi misi Capres dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Indonesia?

Pada segmen pertama, ketiga capres memiliki kesempatan untuk menguraikan visi misi mereka selama empat menit. Berikut beberapa poin penting terkait kebijakan luar negeri dari pernyataan Ganjar Pranowo. Ia memulai dengan argumen bahwa politik luar negeri merupakan alat negosiasi dalam dunia internasional. Oleh sebab itu, ia mengajukan usulan untuk meredefinisi identitas politik bebas aktif yang memprioritaskan rakyat — terutama perluasan lapangan pekerjaan. Menurutnya, infrastruktur diplomasi harus diperkuat melalui peran diplomat dengan konteks kekinian. Poin selanjutnya, capres nomor urut 03 ini juga menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina. Ia bertekad untuk membebaskan setiap bangsa dari segala bentuk intervensi. Dalam beberapa poin, ia juga menyebutkan bahwa Indonesia harus berpartisipasi dalam agenda global, seperti krisis iklim dan internasionalisasi UMKM. Berikut lima kata yang sering diucapkan oleh Ganjar yang berkaitan dengan politik luar negeri: politik luar negeri (3); diplomasi (2); bebas aktif (1); dekolonialisasi (1); dan negosiasi (1).

Beralih ke capres selanjutnya, yaitu Anies Baswedan yang menyatakan beberapa pandangannya mengenai kebijakan luar negeri, seperti: mengembalikan posisi Indonesia sebagai pelaku utama dalam konstelasi global dan penentu arah perdamaian serta kemakmuran bagi seluruh bangsa, baik di level global maupun regional; mendorong kekuatan ekonomi, kesenian, dan kebudayaan serta ikut mewarnai kancah dunia; memastikan Indonesia dapat menjadi tuan di rumah sendiri dan tamu memesona di negeri orang; presiden merupakan panglima diplomasi dan berperan penting menentukan arah kebijakan luar negeri; hingga menghapuskan segala bentuk penjajahan di muka bumi — terutama mengenai kemerdekaan Palestina. Lima kata kunci yang sering diungkapkan oleh capres nomor urut 1 terkait politik luar negeri, yaitu: global (4); penjajahan (1); regional (1); diplomat (1); serta diplomasi (1).

Capres Prabowo Subianto lalu menyampaikan pandangannya mengenai kebijakan luar negeri pada menit kedua hingga ketiga. Ia mengawali segmen ini dengan menyampaikan komitmennya untuk melanjutkan prinsip kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Konteks ini dimaknai bahwa Indonesia akan memberikan posisi tidak memihak sembari menegaskan untuk memprioritaskan kepentingan nasional. “Seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak” merupakan kalimat pamungkas Prabowo sejak awal. Selain itu, ia juga merencanakan penerapan politik bertetangga baik. Meski demikian, capres nomor urut 02 ini kembali menekankan bahwa suatu bangsa harus menjadi kuat untuk bertahan dari segala bentuk tekanan dari pihak lain, seperti yang terjadi di Gaza. Berikut lima kata kunci terkait politik luar negeri selama pemaparan visi dan misi capres nomor urut dua ini: hubungan internasional (1); geopolitik (1); intervensi (1); politik luar negeri (1); dan bebas aktif (1).

Segmen 2: Eksplorasi Pendalaman Visi Misi Capres melalui Sesi Tanya Jawab

Terdapat beberapa pandangan dari ketiga paslon mengenai arah kebijakan politik luar negeri Indonesia. Hal tersebut mencakup kerja sama Selatan-Selatan, pengelolaan hutang luar negeri, konflik Laut China Selatan, dan pemanfaatan globalisasi. Berikut pandangan masing-masing paslon:

Pertanyaan ke-2: Apa strategi paslon untuk menyusun peta jalan yang lebih konkrit dalam memperkuat kerja sama Selatan-Selatan?

Prabowo: “Kekuatan dalam negeri harus diperkuat agar Indonesia dapat menjadi panutan bagi negara-negara di Afrika. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan hilirisasi perekonomian. Apabila Indonesia berhasil bertransformasi menjadi negara industri maka hal tersebut dapat menjadi dorongan bagi Indonesia untuk memimpin dunia Selatan.”

Ganjar: “Kerja sama Selatan-Selatan sangat potensial karena sumber daya alam kita melimpah. Contohnya, peluang mendirikan industri teknologi baterai yang akan berimbas kepada jutaan lapangan pekerjaan.”

Anies: “Penjelasan sebelumnya belum menggambarkan kerjasama Selatan-Selatan yang dilakukan Bung Karno, melainkan hanya mendeskripsikan pembangunan Indonesia. Kita harus merangkul agenda Selatan-Selatan dengan menjadikan presiden sebagai panglima diplomasi. Contohnya, isu krisis iklim yang memerlukan pendanaan maka Selatan harus berdialog dengan Utara untuk menyelesaikannya, sedangkan Indonesia dapat mengambil peran sebagai pemimpin dalam hal tersebut.”

Prabowo: “Saya setuju dengan Ganjar dan jika apa yang dikatakan Anies benar, saya setuju, tetapi Anda hanya berdialog. Leadership itu lead by example, bukan hanya omon-omon. Selatan-Selatan akan memandang kita hanya jika kita berhasil bukan hanya omon-omon.”

Pertanyaan ke-4: “Apa kebijakan paslon untuk mencegah intervensi karena hutang luar negeri?”

Prabowo: “Angka hutang luar negeri Indonesia termasuk yang terendah di dunia — sekitar 40% — dan saya tidak khawatir tentang hutang kita. Justru kita harus mempunyai kekuatan militer untuk menghindari intervensi dan koersi karena yang lemah akan selalu tertindas, seperti apa yang terjadi di Gaza.”

Ganjar: “Berdasarkan buku John Perkins, hutang itu akan mematikan. Hal tersebut terlihat dari banyaknya negara yang collapse karena hutang. Maka dari itu, kita harus mendorong ekonomi tumbuh 7% dan memberantas korupsi agar ekonomi tetap tumbuh. Mengenai keamanan industri, kita harus menguatkan industri domestik.”

Anies: “Bisakah Bapak (Prabowo) mengatakan berapa persen idealnya untuk hutang luar negeri Indonesia? Untuk saya angka maksimal berada di 30% GDP. Oleh karena itu, kita harus terus meningkatkan GDP melalui beberapa cara, yakni perluasan wajib pajak, ajak pihak swasta turut berperan, serta mencegah kebocoran pajak. Hutang juga harus dimanfaatkan oleh aktivitas yang produktif, bukan seperti membeli alutsista bekas.”

Prabowo: “Saya tidak mengerti, tetapi saya tetap setuju dengan Ganjar. Sedangkan, Anies tolong belajar mengenai ekonomi. Apa landasannya bahwa 30% dapat dikatakan ideal? Kita berada di 40% dan merupakan yang terendah di dunia. Saya setuju bahwa hutang harus produktif. Namun, bahkan jika kita mencapai angka 50% itu bukan masalah, kita tetap akan dihormati di dunia.”

Pertanyaan ke-5: “Konflik Laut China Selatan belum selesai dan Code of Conduct (CoC) belum disetujui, bahkan hal tersebut justru dijadikan sebagai area kompetisi antara Amerika Serikat dan China. Apa inisiatif baru paslon dan bagaimana Indonesia berkontribusi dalam penyelesaian konflik ini?”

Ganjar: “Evaluasi perjalanan konflik Laut China Selatan; Declaration of Commitment (DoC) & Code of Conduct (CoC) belum menemukan titik terang selama 20 tahun. Kita harus mendorong perjanjian sementara dan inisiatif untuk mencegah situasi yang tidak diinginkan terjadi. Modernisasi peralatan China akan selesai.”

Anies: “ASEAN adalah kunci. Dengan membangun kerja sama di ASEAN, kita bisa menguatkan posisi kita. Kita akan menyelesaikan isu Laut China Selatan sebagai kesatuan regional dengan Indonesia yang akan memimpin.”

Prabowo: “Kita perlu pertahanan yang kuat. Mengenai penggunaan perlengkapan militer. Anies, Anda tidak mengerti pertahanan. Saya mengundang Anda untuk bertemu dan saya akan membawa datanya. Di pertahanan, hampir 50% peralatan merupakan bekas, tetapi usianya masih relatif muda.”

Ganjar: “Proses pengambilan keputusan di ASEAN sangat rumit sehingga diperlukan revitalisasi. Banyak permasalahan yang belum selesai lebih dari 20 tahun. Berikutnya, saya sepakat alutsista angkatan laut di sekitar sana (Natuna Utara) harus menjadi prioritas. Gas yang ada di Natuna Utara harus dieksploitasi oleh kita untuk menunjukkan power kita kepada dunia.”

Pertanyaan ke-6: “Bagaimana strategi paslon mempromosikan budaya populer nusantara untuk menumbuhkan ekonomi nasional?”

Anies: “Negara harus mengalokasikan sumber daya yang cukup di bidang kebudayaan dengan pandangan sebagai investasi. Kita akan membangun rumah kebudayaan Indonesia di setiap region yang ada di dunia — tempat menunjukkan kebudayaan dengan menekankan nilai Indonesia. Kemudian, kita akan membantu mendorong tumbuhnya restoran atau cafe Indonesia di negara-negara lain. Kita akan melibatkan swasta sebagai pengelola, negara yang berinvestasi, dan pihak-pihak di luar negeri dapat turut berpartisipasi.”

Prabowo: “Saya kira yang disampaikan Bapak Anies masuk akal, walaupun bersifat normatif. Jika negara memainkan peran kunci, kita harus punya dana yang cukup untuk itu. Kita juga harus mempunyai laba dan neraca perdagangan yang positif. Hal tersebut hanya bisa dilakukan dengan hilirisasi, penghematan, efisiensi, serta penerimaan pajak yang baik dan efisien.”

Ganjar: “Teknologi digital sudah mendunia: viralisme. Oleh karena itu, harus ada konvensional agar duta besar menjadi tenaga pemasar dan fasilitator yang dapat mempromosikan berbagai kerja sama dengan negara lain. Lalu, viralisme dapat menjadi alat dari dalam negeri.”

Anies: “Kami bersyukur sekali bapak-bapak setuju dan sepaham dengan apa yang kami gagas. Ketika kami ditugaskan menjadi presiden Indonesia atau panglima diplomasi, kami akan ditemani bersama delegasi kebudayaan dan datang ke pusat kegiatan kebudayaan di negara yang dikunjungi karena setiap delegasi dari suatu negara datang, pihak media negara tersebut akan memperhatikan.”

Segmen 3: Bagaimana calon presiden meyakinkan publik kembali melalui debat kali ini?

Pada segmen ketiga, masing-masing capres diharapkan untuk memaparkan closing statement dalam waktu dua menit. Prabowo menekankan akan melanjutkan gerakan Non-Blok dan menjalin persahabatan dengan negara-negara lain. Sedangkan, Ganjar menginisiasi redefinisi politik bebas-aktif melalui pembentukan duta besar siber dan krisis iklim untuk mengatasi masalah-masalah modern sembari memastikan politik luar negeri Indonesia tetap bebas-aktif. Anies memastikan presiden akan berperan sebagai panglima diplomasi dan mengefektifkan waktu singkat yang dimiliki untuk menyampaikan gagasan yang berani, terutama mengenai kemerdekaan Palestina.

Meskipun semua capres memiliki cara alternatifnya masing-masing. Namun, ketiga capres menyatakan komitmennya dalam beberapa hal, yakni upaya diplomasi dan kebijakan luar negeri harus memprioritaskan kepentingan Indonesia, mengecam segala tindak penjajahan — terutama yang terjadi di Palestina, serta mengenai diperlukannya agenda untuk memperkuat pertahanan negara. Sayangnya, pada sesi tanya jawab antar capres, tidak ditemukan satu bahasan pun mengenai politik luar negeri atau hubungan internasional. Pembahasan lebih berfokus pada upaya pertahanan negara secara domestik. Terlebih, dari ketiga capres tidak ada yang mengungkit tentang isu Rohingya, undocumented workers, krisis energi, bahkan penyanderaan warga Selandia Baru di Papua. Secara jelas, ketiga capres berfokus pada aspek ekonomi dan pertahanan tanpa memaksimalkan perhatian terhadap isu Hak Asasi Manusia secara lebih luas. Hal ini sangat disayangkan karena dalam kurun waktu dua jam seharusnya ketiga capres dapat lebih memaksimalkan kembali komposisi pembahasannya, bukan hanya terfokus pada satu titik. Beberapa pandangan pribadi penulis mengenai “celah” dari para capres:

Capres nomor urut 1, Anies Baswedan memiliki idealisme yang kuat mengenai bentuk pertahanan suatu negara, yaitu melalui diplomasi soft power yang berlebihan — beberapa titik bahkan dapat ditafsirkan Anies tidak memerhatikan kepentingan militeristik. Gagasan ini dinilai terlalu idealis atau liberalis, walaupun memang soft power dianggap sebagai hal yang lebih menjanjikan sejak Perang Dingin. Namun, faktanya negara tetap perlu menyoroti hard power. Beberapa argumen juga tidak tepat, pembelian alutsista bekas merupakan hal yang cukup realistis untuk memotong beberapa anggaran dan siap pakai dibandingkan membeli baru; dengan syarat harus lolos uji kualitas serta umur pakai yang masih muda. Keburaman paradigma Anies selanjutnya dapat dilihat dari gagasan “Indonesia sebagai pemimpin ASEAN” akan mempermudah penyelesaian sengketa Laut China Selatan tanpa memperhitungkan ASEAN Way (prinsip non-intervensi).

Kemudian capres nomor urut 2, Prabowo Subianto dianggap kurang tampil maksimal selama debat. Pertama, secara paradigmatik dianggap tidak konsisten karena banyak publik yang berekspektasi bahwa Prabowo akan mengusung paradigma realis dengan mengangkat konsep hard power dan beberapa prestasinya di Kementerian Pertahanan. Justru Prabowo menekankan pentingnya menjaga dan mengelola sumber daya melalui pertahanan militeristik. Bahkan, Prabowo terlihat fokus untuk konsolidasi hilirisasi ekonomi agar menjadi negara industri. Kemudian dalam pandangan pengamat hubungan internasional, Prabowo dinilai sangat ultra-nasionalistik; tidak mempunyai rencana jangka panjang jika Indonesia mengalami suatu masalah di internasional. Analisis ini dapat dilihat dari beberapa pernyataan di topik hutang dan Selatan-Selatan. Hal yang sangat disayangkan, sebagai Menteri Pertahanan yang telah menjabat selama dua kali, Prabowo mengatakan bahwa Gaza tidak memiliki sistem persenjataan yang kuat sehingga patut dijajah oleh pihak lain; sembari memberi “peringatan” Indonesia akan bernasib sama jika lemah.

Di sisi lain, capres nomor urut 3, yaitu Ganjar Pranowo konsisten pada pendirian realisme neoklasik — politik internasional itu dipengaruhi oleh tekanan internasional dan harus diintervensi oleh politik domestik. Pada debat kali ini Ganjar dinilai memiliki performa yang cukup baik karena dibandingkan kedua capres yang lainnya, Ganjar paling tinggi intensitasnya untuk membahas isu hubungan internasional. Namun, beberapa argumen cenderung pasif, terutama ide mengenai redefinisi arah kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan revitalisasi ASEAN. Berbeda dengan Anies yang menyoroti potensi kebudayaan, Ganjar terlihat aktif memprioritaskan kerja sama ekonomi — eksploitasi gas di Natuna Utara, pendirian industri teknologi baterai, pemanfaatan nikel, dan lainnya — untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional.

Berikut lima kata yang paling banyak digunakan dalam konteks kebijakan luar negeri:

Anies Baswedan: Ancaman (17), Pertahanan (16), ASEAN (11), Diplomasi (10), Hutang (10).

Prabowo Subianto: Rakyat (19), Pertahanan (18), Kekuatan (9), TNI (7), Teknologi (6).

Ganjar Pranowo: Pertahanan (24), Cyber (7), Hutang (6), ASEAN (6), Keamanan (5).

Disclaimer: Pandangan dan opini yang tertuang dalam artikel Pena Popy sepenuhnya milik penulis serta tidak merefleksikan sikap maupun pandangan FPCI Chapter Universitas Jenderal Soedirman sebagai institusi.

Writer: Derifa Rizativa Mariska

Designer: Maritza Fahmida Safa

--

--

FPCI Chapter Unsoed
FPCI Chapter Unsoed

Written by FPCI Chapter Unsoed

Organisasi independen yang berfokus pada isu internasional, kebijakan luar negeri dan membawa pemikiran akar rumput ke panggung dunia.

No responses yet